Dalam pendidikan islam, guru mempunyai arti dan peranan yang sangat penting, hal ini disebabkan karena memiliki tanggung jawab dalam menentukan arah pendidikan, itulah kenapa islam sangat menghargai dan menghormati orang-orang yang berilmu pengetahuan dan bertugas sebagai pengajar. Islam mengangkat derajat bagi mereka, dan memuliakan mereka melebihi dari pada orang islam lainnya yang tidak memiliki ilmu pengetahuan dan bukan pendidik.
Allah berfirman dalam Qur’an Surat Al-Mujadalah ayat 11, yang artinya:
“niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat”
Bahkan orang-orang yang berilmu pengetahuan dan mau mengajarkan ilmunya kepada mereka yang membutuhkan akan disukai oleh Allah dan didoakan oleh penghuni langit, penghuni bumi seperti semut dan ikan didalam laut agar ia mendapatkan keselamatan dan kebahagiaan.
Rasulullah SAW bersabda yang artinya:
“sesungguhnya Allah yang maha suci, malaikatnya, penghuni-penghuni langit-Nya dan bumi-Nya termasuk semut dalam lubangnya dan termasuk ikan dalam laut akan mendoakan keselamatan bagi orang-orang yang mengajar manusia kepada kebaikan” (HR. Tirmidzi).
Demikian keberuntungan yang dimiliki oleh orang berilmu pengetahuan dan mau mengajarkan ilmunya kepada orang lain. Sehubungan dengan itu, maka islam menghimbau kepada orang berilmu untuk suka mengajarkan ilmunya kepada orang lain, bagi mereka yang tidak menanggapi imbauan tersebut bahkan menyembunyikan ilmu pengetahuan yang dimilikinya maka ia diancam dengan kekangan api neraka.
Rasulullah SAW bersabda :
“barang siapa yang diajari sesuatu ilmu lalu dia menyembunyikanñya, maka Allah akan mengekangnya dihari kiamat dengan kekangan api ñèr@k@”
(HR. Abu Daud, Tirmidzi, dan Ibnu Hibban)
Agar pendidik berhasil melaksanakan tugasnya, Al-Ghazali menyarankan pendidik memiliki adab yang baik. Hal ini yang disebabkan anak didik itu akan selalu melihat kepadanya sebagai contoh yang harus selalu diikutinya, Al-Ghazali berkata :
“mata anak didik selalu tertuju kepadanya, telinganya selalu menganggap baik berarti baik pula disisi mereka dan apabila ia menganggap jelek berarti jelek pula disisi mereka”
( Team penyusun, filsafat pendidikan islam, departemen agama RI tahun 1984, hal. 168)